Beranda | Artikel
Menggapai Jenjang Perwalian (Seri-6)
Kamis, 21 Juli 2011

Kelima: Balasan yang diberikan Allah untuk orang yang selalu taat pada Allah.

Hal tersebut diambil dari potongan: “Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan dari-Ku pasti Aku akan melindunginya.”

Dari potongan yang terakhir dari hadits ini bahwa para wali itu hanya berdoa dan memohon perlindungan hanya kepada Allah. Bukan kepada para wali, begitu pula wali yang mendapat kedudukan yang terhormat disisi Allah bukanlah tempat untuk meminta kebaikan atau untuk sebagai tempat memohon perlindungan dari mara bahaya. Sebagaimana yang banyak dilakukan oleh orang-orang awam yang tertipu oleh kewalian seseorang, sehingga telah menyeret Mereka berbuat syirik kepada Allah. Sekalipun wali namun ia tetap tidak bisa mendatangkan kebaikan maupun menolak keburukan dari dirinya sendiri kecuali atas pemberian Allah kepadanya. Juga wali bukan sebagai tempat perantara kepada Allah dalam berdoa, karena bila menjadikan Mereka sebagai tempat perantara berarti telah menyekutukan Mereka dengan Allah. Sebagaimana kebiasaan umat Nabi Nuh u yang telah menjadikan orang-orang sholeh Mereka sebagai tempat perantara dalam berdoa kepada Allah.

Akhir hadits ini juga menerangkan keutamaan wali Allah, bahwa Allah selalu mencurahkan rahmat dan kebaikan kepada orang tersebut serta  selalu menjaganya dari berbagai bahaya dan bencana. Lalu mungkin akan timbul suatu pertanyaan dalam benak kita kenapa kita melihat kadangkala para wali Allah itu juga ditimpa kejelekkan dan penyakit seperti Nabi Ayub yang ditimpa penyakit begitu pula Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kalah dan cidera dalam perperangan Uhud? Dan banyak lagi contoh-contoh serupa baik ditingkat para Nabi dan Rasul maupun ditinggkat para shahabat dan Tabi’in?. Jawabannya adalah sebagaimana berikut:

  1. Diantara hikmahnya adalah untuk menunjukkan bahwa mereka adalah manusia biasa tidak memiliki sedikitpun sifat-sifat ketuhanan. Sehingga tidak terjadi pengkultusan terhadap mereka.
  2. Diantara hikmahnya juga adalah untuk mengangkat derajat mereka di sisi Allah, sebagai balasan atas kesabaran mereka dalam menghadapi berbagai cobaan tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Bahwa seseorang itu akan diberi cobaan sesuai dengan tingkat keimanannya.” (HR. At Tirmizy no: 2398). Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang tersebut semakin besar pula cobaan yang akan dihadapinya.
  3. Diantara hikmahnya lagi adalah untuk menunjukkan bahwa segala yang terjadi di muka bumi ini adalah atas kehendak Allah, dan tidak ada sedikitpun campur tangan seorangpun dari makhluk, sekalipun ia Nabi atau wali.

Kekeliruan sebagian orang dalam masalah berdoa.

Ada beberapa kesalahan dalam masalah berdoa yang terjadi dikalangan sebagian sekte sufi yang mana Mereka menolak untuk melakukan berdoa dengan alasan bahwa segalanya telah ditakdirkan Allah, untuk apa kita berdoa kalau kita sudah ditakdirkan jadi penghuni surga ya… sudah pasrah saja sama takdir.

Kekeliruan paham seperti ini banyak sekali diantaranya:

Pertama: Berdoa merupakan perintah dari Allah, kalau manusia cukup pasrah kepada takdir tentu Allah tidak akan menyuruh kita kepada sesuatu hal yang sia-sia.

Kedua: Bukankah orang yang paling mengerti dengan masalah takdir adalah para Nabi dan Rasul termasuk Rasul yang paling agung Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa Mereka masih berdoa, kalau doa adalah perbuatan sia-sia tentu Mereka tidak akan melakukannya apa lagi menganjurkannya.

Ketiga: Berdoa disamping ia merupakan sebuah permintaan, doa juga merupakan ibadah yang agung, sebagaimana yang disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau, “Doa adalah ibadah.”

Dalam riwayat lain, “Doa adalah otaknya ibadah.” (HR. At-Tirmizy no: 2969, 3247, 3371).

Keempat: Doa adalah termasuk dari jumlah takdir. Karena takdir Allah ada dua: Takdir kauniyah dan takdir syar’iah .

Perbedaan antara keduanya adalah:

Takdir kauniyah adalah ketentuan Allah yang mesti terjadi pada setiap makhluk tetapi tidak mesti hal yang ditetapkan tersebut sesuatu yang dicintai Allah. Adapun takdir syar’iyah adalah sebaliknya, ia adalah segala perintah Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, tidak mesti terjadi, dan ia merupakan sesuatu yang dicintai Allah. Oleh sebab itu yang harus kita lakukan adalah melawan takdir kauniyah dengan takdir syar’iah sebagaimana yang terangakan oleh para ulama. Sebagaimana ungkapan Amirul mukminin Umar bin Khatab: “Kita lari dari takdir Allah kepada Takdir Allah yang lain”.

Kemudian beliau memberi contoh bila seandainya kamu mengembala kambing lalu menemukan padang rumput yang kering, apakah kamu tidak akan mencari padang rumput yang subur?

Kelima: Doa adalah sebagai sebab yang diperintahkan Allah untuk dilakukan, sebagaimana makan sebagai sebab untuk kenyang, Barangsiapa yang meninggalkan sebab berarti ia telah membuang pungsi akal, begitu pula orang bergantung kepada sebab semata adalah syirik.

Kemudian diantara kesalahan lain dalam berdoa adalah eksrim dalam berdoa, yaitu melampaui batas dalam berdoa. seperti berdoa agar Allah menjadikan gunung kelud jadi gunung emas, atau berdoa agar Allah memberinya keturunan tanpa menikah dan yang seumpamanya.

Maka diantara sikap wali Allah adalah tidak meninggalakan berdoa dan tidak pula eksrim dalam berdoa serta ikhlas dalam berdoa hanya ditujukan kepada Allah semata.

Ringkasan kandungan hadits wali:

Hadits diatas mengandung beberapa pembahasan penting diantaranya:

  1. Tentang al walak wal barak  (loyalitas dan berlepas diri).
  2. Bagaimana mendekatkan diri kepada Allah.
  3. Tentang sifat Allah: Al Kalam (berbicara) dan Al mahabbah (cinta).
  4. Pengaruh ketaatan terhadap prilaku seorang muslim.
  5. Balasan yang diberikan Allah untuk orang yang selalu taat pada Allah.
  6. Hadits diatas juga memberikan support secara tidak langsung kepada kita untuk menjadi wali Allah atau menjadi penolong wali Allah yang hak.
  7. Kemudian hadits ini juga menunjukkan suatu kelaziman yang berbalik yaitu memusuhi musuh-musuh Allah karena tidak akan mungkin seseorang menjadi wali Allah atau menjadi penolong wali Allah sementara ia juga berloyalitas kepada musuh Allah atau kepada musuh para wali Allah. Ini sudah suatu kelaziman yang secara otomatis pasti. Kalau tidak berarti ia belum menjadikan Allah sebagai wali karena ia mencintai apa yang dibenci Allah. Seperti di masa akhir-akhir ini ada tokoh-tokoh yang membela orang-orang kuffar sebaliknya mencela orang-orang Islam.

Wallahu A’lam bisshawaab
Shalawat dan salam buat Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para shahabatnya serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan petunjuk Mereka sampai hari kiamat.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta siapa saja yang berpastisipasi dalam menyebarkannya.

Penulis: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com


Artikel asli: https://dzikra.com/mengenal-wali/